About Life

Life is the most beautiful gift from God. Because we can know the people we love and those who love us. The goal is to make them happy with the way us and what we have. So make them happy with the way your best.

Selasa, 28 April 2015

Hukum Perikatan



BAB 3
HUKUM PERIKATAN

       Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Dalam bahasa Belanda perikatan disebut verbintenissenrecht. Namun, terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli hukum dalam memberikan istilah hukum perikatan. Misalnya, Wiryono Prodjodikoro dan R. Subekti.
  1. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Perjanjian, (bahasa Belanda: het verbintenissenrecht) jadi, verbintenissenrecht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian bukan hukum perikatan.
  2. R.Subekti tidak menggunakan istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai dengan judul Buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya Pokok Pokok Hukum Perdata, R. Subekti menulis perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab di dalam Buku III KUH Perdata memuat tentang perikatan yang timbul dari :
    a.    persetujuan atau perjanjian;
         b.   perbuatan yang melanggar hukum; 
   c. pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarnemiing).

Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena
  1. perjanjian (kontrak), dan
  2. bukan dari perjanjian (dari undang-undang).
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal yang kemudian timbul hubungan hukum, inilah yang dinamakan hukum perikatan
Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.

          Dasar Hukum Perikatan 
      Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut. 
          1.  Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
          2.    Perikatan yang timbul dari undang-undang.
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yakni perikatan terjadi karena undang-undang semata dan perikatan terjadi karena undang-undang akibat dari perbuatan manusia.
         a.  Perikatan terjadi karena undang-undang semata, misalnya kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak, yaitu hukum kewarisan.
     b.   Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah) dan yang bertentangan dengan hukum (tidak sah).
   3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).
  
     Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
  1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya cara ini dikatakan sistem terbuka.
  1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :
     a.       Kata Sepakat Antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri

     b.      Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian

     c.       Mengenai Suatu Hal Tertentu

     d.      Suatu Sebab yang Halal

Dengan demikian, jika dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian maka dapat dibedakan menjadi dua bagian dari suatu perjanjian, yaitu bagian inti dan bagian bukan inti.
     1)      Bagian Inti (Ensensial)
Bagian inti (ensensial) adalah bagian yang sifatnya harus ada di dalam perjanjian. Jadi, sifat ini yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.
     2)      Bagian Bukan Inti
Bagian bukan inti terdiri dari naturalia dan aksidentialia.
     a)      Naturalia adalah sifat yang di bawa oleh perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacad dalam benda yang akan dijual.
       b)         Aksidentialia adalah sifat melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.

     Wansprestasi
Sementara itu, wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia alpa (lalai) atau ingkar janji.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni
  1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
  2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
  3. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
  4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Di dalam Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bagaimana caranya memperingatkan seseorang debitur,
"Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, jika ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan."
Dengan demikian, terhadap kelalaian atau kealpaan si debitur sebagai pihak yang melanggar kewajiban dapat diberikan beberapa sanksi atau hukuman.

       Akibat-Akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanspretasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:
  1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yaitu :
        a.  biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
     b. rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur;
       c.   bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
  1. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
  1. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.

     Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut:
  1. pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
  2. penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
  3. pembaharuan utang;
  4. perjumpaan utang atau kompensasi;
  5. percampuran utang;
  6. pembebasan utang;
  7. musnahnya barang yang terutang;
  8. batal pembatalan;
  9. berlakunya suatu syarat batal; 
  10. lewat waktu.
REFERENSI
Elsi Kartika Sari, S.H.,M.H. dan Advendi Simanunsong, S.H.,M.M, 2008. Hukum Dalam Ekonomi Edisi 2, Jakarta: PT. Grasindo.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar