Faktor yang
mempengaruhi naik atau turunnya suatu nilai tukar mata uang terhadap mata uang
lainnya (termasuk nilai tukar rupiah) adalah…
1. Tingkat inflasi2. Aktivitas neraca pembayaran
3. Perbedaan suku bunga di berbagai negara
4. Tingkat pendapatan relatif
5. Kontrol pemerintah
6. Export-import
7. Ekspektasi 1
Perubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal internasional. Pada prinsipnya, kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing Itulah sebabnya di negara dengan modal lebih tinggi tingkat suku bunga masuk, permintaan untuk meningkatkan mata uang, dan itu menjadi mahal. Pergerakan modal, terutama spekulatif “uang panas” meningkatkan ketidakstabilan neraca pembayaran.
Suku bunga mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika melakukan transaksi, bank akan mempertimbangkan perbedaan suku bunga di pasar modal nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari laba. Mereka lebih memilih untuk mendapatkan pinjaman lebih murah di pasar uang asing, dimana tingkat lebih rendah, dan tempat mata uang asing di pasar kredit domestik, jika tingkat bunga yang lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan nominal suku bunga di suatu negara menurunkan permintaan untuk mata uang domestik sebagai tanda terima kredit yang mahal untuk bisnis. Dalam hal mengambil pinjaman, pengusaha meningkatkan biaya produk mereka yang, pada gilirannya, menyebabkan tingginya harga barang dalam negeri. Hal ini relatif mengurangi nilai mata uang nasional terhadap satu Negara.
Pertumbuhan ekonomi ASEAN juga mencatat angka fantastis. Pada
tahun 2010, pertumbuhan ekonomi kolektif
ASEAN tercatat 7,5%. Sejumlah kalangan memprediksi dalam empat tahun ke depan
pertumbuhan ekonomi ASEAN masih berkisar 6%. Majunya perdagangan kawasan ASEAN
disebabkan karena tingkat keterbukaan ekonomi yang relatif besar di
negara–negara kawasan ASEAN. Hal ini desebabkan karena negara–negara ASEAN
masih tergolong negara berkembang, sehingga banyak melakukan perdagangan dan
memiliki FDI yang masih tinggi SEAN juga telah memberlakukan liberalisasi
perdagangan bagi negara anggotanya melalui AFTA (ASEAN Free Trade Area).
AFTA
merupakan salah satu cara untuk mendukung berkembangnya pasar regional antara
sesama negara ASEAN dengan tujuan menurunkan tarif untuk perdagangan
intra–regional hingga 0%. Pengurangan hambatan tarif di internal ASEAN membuat
perdagangan barang ASEAN naik sebesar 32,9% di 2010 dengan nilai perdagangan
2,04 triliun dollar AS. Dengan kenaikan tersebut, kontribusi perdagangan
intra-ASEAN dengan perekonomian global turut naik dari 24,5% (2009) menjadi
25,4% (2010). Artinya, seperempat perdagangan dunia terjadi di wilayah ASEAN.
Salah satu faktor yang mempengaruhi aliran barang dan jasa antar negara adalah
nilai tukar riil suatu negara terhadap mata uang asing. Nilai tukar riil sangat
penting dalam menentukan daya saing terhadap ekspor dan impor suatu negara.
Sistem nilai tukar yang diterapkan suatu negara tergantung dari kebijakan yang
ditempuh Negara.
Disamping
AFTA memberikan dampak positif bagi Negara-Negara ASEAN (termasuk Indonesia),
AFTA juga dapat memberikan dampak buruk bagi suatu Negara yaitu penurunan
industry dari suatu Negara, yang dapat menyebabkan kurang lakunya suatu produk
dari suatu Negara. Dan ketatnya suatu persaingan memungkinkan terjadinya “adu
sikut” diantara Negara-Negara di ASEAN baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Diawal
tahun 2013 bank indonesia mematok suku bunga acuan (BI rate) sebesar 5,75%.
Pada tanggal 12 september 2013 bank indonesia kembali menaikan BI rate menjadi
7,25%. Keputusan BI menaikan suku bunga acuan diambil untik membantu menjaga
kurs mata uang rupiah agar tidak jatuh lagi karena suku bunga dalam rupiah jadi
lebih atraktif. Kebijakan ini juga sebagai bagian dari langkah bank sentral
dalam menekan defisit transaksi berjalan. Bank sentral juga memutuskan untuk
menaikan suku bunga Lending Facility
(LF) menjadi 7,25% dan suku bunga Deposit
Facility (DF) menjadi 5,5%.
Berdasarkan
data pada tabel di atas, Vietnam merupakan negara ASEAN yang mengalami
depresiasi nilai tukar terhadap US$ setiap tahunnya. Sedangkan beberapa 7 negara seperti Indonesia, Myanmar dan Thailand mengalami
fluktuasi nilai tukar yang tajam. Nilai tukar mengalami apresiasi dan depresiasi
dari tahun ke tahun. Sementara Brunei, Laos, Malaysia, Philipina, dan Singapura
mengalami apresiasi nilai tukar terhadap US$ setiap tahunnya. Perubahan sistem
nilai tukar yang diterapkan tentunya akan berimplikasi terhadap karakteristik
fluktuasi nilai tukar dan pengaruhnya terhadap perekonomian (Zuhroh dan Kaluge
2007:59).
Beberapa penelitian menunjukkan adanya perubahan nilai tukar suatu
mata uang mempunyai pengaruh terhadap perubahan neraca perdagangan dan
perubahan output. Perubahan nilai tukar riil mempengaruhi harga relatif produk
akan lebih murah atau lebih mahal terhadap produk negara lain, sehingga
seringkali nilai tukar digunakan untuk meningkatkan daya saing. negara ASEAN
harus memperhatikan pergerakan nilai tukarnya. Dalam menghadapi integrasi
ekonomi yang akan dilakukan Negara ASEAN dalam beberapa waktu ke depan,
diharapkan dapat menekan fluktuasi nilai tukar yang terjadi.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar